Contemporary
worlds
Indonesia
Social disobedience
Pembangkangan Sosial
Sejak periode penjajahan modern sampai sekarang, para seniman Indonesia telah menentang otoritas dan mempertanyakan status quo lewat karya-karya mereka. Batik-batik bermotif politis karya Mohamad Hadi dan lukisan-lukisan realisme sosial karya Sindudarsono Sudjojono, Affandi, atau Hendra Gunawan yang diciptakan pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia mengungkapkan kesadaran sosial politik di Indonesia pada paruh pertama abad ke-20. Gerakan Seni Rupa Baru, digagas pada 1974, menampilkan bentuk-bentuk seni kontemporer, termasuk instalasi, pertunjukan, fotografi, readymade, yang dipandang sebagai cara baru untuk membebaskan kesenian Indonesia dari penitikberatan yang mulai sekarat terhadap seni lukis dan pahat. Pada masa kekinian, para seniman terbiasa menggunakan zine, seni jalanan, media sosial, dan gambar bergerak untuk memperluas platform tempat mereka melibatkan diri dengan audiens baru dan berkolaborasi dengan komunitas demi menciptakan perubahan sosial.
Tita Salina termasuk seniman generasi baru di Indonesia yang menerapkan praktik seni yang mengeksplorasi isu-isu lingkungan hidup dan sosial melalui instalasi, pertunjukan, bebunyian, dan gambar bergerak. Dalam rangkaian The Flame of the Pacific, digagas pada 2010 bersama rekannya Irwan Ahmett, Tita melakukan “pembangkangan sosial” kecil-kecilan, biasanya berwujud pertunjukan yang melibatkan anggota komunitas dari wilayah Pasifik yang dilumpuhkan oleh kebijakan pemerintah yang menggerus lingkungan, mata pencaharian, dan kesejahteraan mereka. Melalui pertunjukan partisipatoris, Tita menghubungkan komunitas lokal dan permasalahan lokal dengan isu-isu global.
Dengan menggabungkan aturan sosial dan struktur yang berlaku, dari skala sosial terkecil hingga gagasan terluas mengenai demokrasi, emansipasi, kolektivisme, dan gerakan sosial… [para seniman] berkolaborasi lintas-disiplin, menggarisbawahi kekuatan yang kerap terlupakan: budaya.